BERPACU MENJADI ABDI NEGARA YANG SABIQUN BIL KHOIROT
(Sebuah Catatan Singkat Hari Pertama di PA. Ciamis)
Oleh. Syaiful Amin, S.H.I., M.H. (CPNS/Calon Hakim)
ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِيرُ ٣٢
Artinya: “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Fathir: 32).
Bekerja pada hakikatnya adalah sebuah ibadah, sebab dalam arti luas, ibadah tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ritual semata yang cenderung mengikat hubungan manusia dengan Tuhannya (hablun minallah). Lebih dari itu, ibadah bisa diartikan setiap pekerjaan seseorang yang diniatkan semata-mata karena Allah, berupa kegiatan-kegiatan sosial yang cenderung mengikat hubungan manusia dengan manusia (hablun minannas). Dalam konteks pemaknaan inilah bekerja di kantor sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk di kantor Pengadilan Agama bisa juga dikatakan sebagai wujud konkrit dari ibadah. Karena bekerja merupakan ibadah, maka tentu harus memenuhi kriteria ibadah yang bisa diterima di sisi Allah, yakni harus dijalankan dengan tulus sepenuh hati, tanpa merasa terpaksa, ataupun hanya sekedar mengharap gaji bulanan tanpa diimbangi dengan kewajiban setimpal.
Selengkapnya KLIK DISINI