ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI KLAUSULA EKSEMSI DALAM AKAD PEMBIAYAAN MUROBAHAH DIKAITKAN DENGAN PASAL 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
(STUDI KASUS DI BNI SYARIAH CABANG PRABUMULIH)
Penulis : M. Andri Irawan, S.HI
[Hakim Pengadilan Agama Kayuagung]
A. PENDAHULUAN
Bank syariah sebagaimana juga halnya dengan bank konvensional berfungsi juga sebagai lembaga intermediasi (Intermediary institution), yang mana yaitu berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana- dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk pembiayaan sebagaimana diamanatkan pada Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (yang selanjutnya disingkat UU Perbankan Syariah). Pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah merupakan sebagian besar aset bagi bank syariah, sehingga dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat bank syariah harus memperhatikan prinsip kehati-hatian. Istilah pembiayaan menurut Pasal 1 angka 25 Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah,
d. salam, dan istishna’;
e. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
f. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Perkembangan dunia bisnis yang terus meningkat ternyata juga diikuti dengan tuntutan penggunaan model kontrak yang simple, efisien, dan mampu menampung kepentingan para pelaku bisnis melalui kontrak baku (standard contract). Dengan kontrak baku ini, pelaku bisnis terutama produsen dan kreditur telah menyiapkan klausula-klausula baku yang dituangkan dalam suatu kontrak tertentu. Pihak konsumen atau debitur tinggal membaca isi kontrak baku tersebut dengan pilihan take it or leave it sehingga kesempatan untuk bernegosiasi sebagai proses awal memperoleh kata sepakat sangat kecil bahkan terabaikan.
Demikian juga setiap transaksi yang dilakukan oleh bank syariah diwujudkan dalam bentuk tertulis, yaitu akad. Akad yang dibuat antara bank syariah dengan nasabah dituangkan dalam bentuk akad baku, sebagaimana halnya dilakukan oleh bank konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa keberlakuan kontrak baku memang sudah menjadi suatu keniscayaan bisnis yang mana dapat diterima keberadaannya oleh masyarakat dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Penggunaan kontrak baku sebagai wujud efisiensi bisnis oleh para pelaku usaha terutama pihak yang memiliki posisi dominan dalam melakukan transaksi ternyata juga dipakai untuk memperoleh keuntungan atau benefits dengan cara mencantumkan klausula eksemsi yang mana memberatkan salah satu pihak.
Selengkapnya, silakan baca DI SINI.