logo web

Dipublikasikan oleh Admin Badilag pada on . Dilihat: 772

Kunjungi Wakil Ketua MA Qatar, Delegasi MA Dalami Seluk Beluk Hukum Keluarga Qatar

Mengawali kegiatan perdana Diklat Peradilan di Qatar, para peserta delegasi Peradilan Indonesia bertandang ke ruang kerja Wakil Ketua Mahkamah Agung Negara Qatar, Senin [8/5]. Kunjungan ini sekaligus menandai pembukaan Pembukaan Diklat Peradilan Indonesia di negeri Petrodollar tersebut.

Kedatangan delegasi Indonesia disambut langsung oleh Syaikh Dr. Tsaqil bin Sayer bin Zaid Al-Syimri, Wakil Ketua MA Qatar, di ruang kerjanya di lantai 22 gedung Mahkamah Agung (al-Majlis al-A’la li al-Qadha) Qatar yang terletak di kawasan Lusail, Doha. Dalam sambutannya, Syaikh Dr. Tsaqil yang juga dikenal sebagai ulama kharismatik Qatar ini mengungkapkan kegembiraannya menerima tamu-tamu dari Indonesia. 

 Muhadharah Syaikh Tsaqil

Sebagai pemangku bidang urusan (semacam kamar) peradilan keluarga (da`irah mahkamah al-usrah) di Mahkamah Agung, Syaikh Dr. Tsaqil menyampaikan kuliah panjang lebar tentang praktik-praktik hukum keluarga Islam di negara yang terkenal dengan tuan rumah Piala Dunia 2022 tersebut. 

Syaikh yang juga tercatat sebagai anggota International Islamic Fiqh Academy (IIFA) ini menjabarkan bahwa saat ini hukum keluarga Islam di Qatar telah memasuki era baru dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2006. 

Sebelum lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2006, peradilan keluarga Qatar sangat kental dengan muatan fiqih Hanbali. Namun setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2006 ini lahir, hukum keluarga Qatar memasuki babak baru yang dilandasi pada 3 pilar, yaitu:

  • Pertama, Unifikasi (tauhid al-marja’iyyah) Dalam arti bahwa rumusan-rumusan hukum yang ada dalam pandangan mazhab-mazhab fiqh disatukan dalam suatu kompilasi sentral yang menjadi rujukan para hakim. Dengan kata lain, hukum keluarga Qatar tidak lagi merujuk pada suatu mazhab tertentu, dan para hakim cukup merujuk pada UU yang sudah ada. 

  • Kedua, Pengaturan Pola Ijtihad (rasm mabda’ al-ijtihad). Syaikh Dr. Tsaqil menjabarkan bahwa sistem unifikasi pada dasarnya tidak menutup pintu ijtihad bagi hakim, hanya saja ijtihad tersebut diatur sedemikian rupa. Jika para hakim menghadapi perkara yang tidak ditemukan sumber hukumnya di UU Nomor 22 Tahun 2006, maka para hakim tetap diwajibkan untuk menggali rumusan-rumusan hukum yang dalam fiqih Hanbali, hal ini mengingat bahwa mayoritas penduduk Qatar menganut mazhab Hanbali. “Dan jika tidak ditemukan juga dalam fikih Hanbali, maka dicari sumbernya dari mazhab lain yang mu’tabar”. Jelas beliau.Demikian juga ketika para hakim menyimpangi ketentuan yang ada dalam UU Nomor 22 Tahun 2006 ataupun fiqih Hanbali, hal ini tetap diperkenankan dengan ketentuan para hakim harus menjelaskan alasan kenapa ia melakukan contra legem tersebut.

  • Ketiga, adaptasi adat dan kebiasaan (mura’ah al-‘urf). Syaikh Dr. Tsaqil menjabarkan bahwa UU Nomor 22 Tahun 2006 ini sangat akomodatif terhadap adat dan kebiasaan yang ada di tengah-tengah masyarakat Qatar sehingga rumusan hukum dalam Undang-Undang ini tak jarang menyimpangi ketentuan yang ada dalam fiqih Hanbali. 

Beliau mencontohkan adaptasi ‘urf ini pada kasus Hadhanah. Dalam fiqih Hanbali disebutkan bahwa yang paling berhak mengasuh anak ketika ibu tidak ada para pihak perempuan dari keluarga ibu, seperti nenek (ibu dari ibu), bibi (saudara perempuan ibu) dan seterusnya. Namun demikian, dalam tradisi masyarakat Qatar, jika seorang ibu tidak ada, maka yang mengasuh adalah ayah dari anak tersebut. “Nah, UU Nomor 22 Tahun 2006 ini mengakomodir kebiasaan tersebut dan tidak mengambil pendapat mazhab Hanbali”. Tukas beliau.

Selain itu, Syaikh Dr. Tsaqil menjelaskan pandang lebar tentang perihal perceraian, hadhanah, nafkah istri dan anak, mulai dari teori dan praktik di tengah masyarakat, hingga proses eksekusinya jika terjadi perkara di pengadilan. Kuliah yang disampaikan Syaikh Dr. Tsaqil mendapat antusiasme kuat dari peserta, hal ini ditandai dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan para peserta sehingga suasana diskusi menjadi sangat hidup.

Di akhir sesi kuliah, Ketua Delegasi Diklat Peradilan Indonesia, Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag (Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Ditjen Badilag MARI) menyampaikan terima kasih atas sambutan dan kuliah yang disampaikan oleh Wakil Ketua MA Qatar tersebut. Tak lupa, beliau juga menyampaikan salam hormat dari Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) kepada para Pimpinan Dewan Peradilan Agung (DPA) Qatar dan berharap agar kerjasama yang telah terjalin erat antara MA RI dan DPA Qatar terus berlanjut bahkan lebih ditingkatkan lagi. 

“Kami mewakili Delegasi Indonesia menyampaikan apresiasi dan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada DPA Qatar yang telah mengundang kami untuk mengikuti Diklat Peradilan dan hal ini sangat bermanfaat sekali bagi peradilan di Indonesia dan berharap kerjasama yang telah terjalin erat terus berlanjut bahkan ditingkatkan lagi.” Ujarnya dalam sambutannya.

cindera mata syaikh tsaqil

Kegiatan kuliah selanjutnya ditutup dengan saling tukar cindera mata, di mana Delegasi Diklat Peradilan Indonesia menyerahkan berbagai suvenir khas Indonesia, sementara Syaikh Dr. Tsaqil di samping memberikan suvenir beliau juga menghadiahi masing-masing delegasi Diklat berupa kitab terbaru karangan beliau yang berjudul Ma’mu’ al-Rasa’il yang terdiri dari 4 jilid. (**Jm, Arm).

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice