logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on . Dilihat: 3352

Jatuh Dari Atap Rumah Tetap Sehat

Oleh: Abdul Manaf

Alkisah Nasrudin tertimpa orang yang jatuh dari atap rumah. Justeru orang yang jatuh tersebut tidak terluka, sementara Nasrudin mengalami patah lehernya. Para tetangga menjenguk dan bertanya: “Apa hikmah di balik kejadian ini?” “Jangan percaya pada hukum sebab akibat” jawabnya. “Secara logika orang yang jatuh dari atap dia yang terluka, tetapi kejadiannya justeru saya yang tertimpa orang itu yang terluka.”

Jatuh bangun itu biasa. Kadang ada di atas kadang di bawah. Itulah roda kehidupan selalu berputar. Sekali berjaya, sekali terpuruk. Itu biasa dalam kehidupan manusia. Selamanya berjaya selamanya terpuruk, hampir tidak ada dalam sejarah kehidupan manusia pada umumnya. Seperti halnya ada siang ada malam. Ada senang ada susah. Allah pergilirkan semua kejadian kepada manusia agar mau berpikir. Berpikir positif pada kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Berpikir optimis kepada kasih sayang-Nya yang tak bertepi.

Orang yang merasa selalu berjaya, merasa jumawa, itulah orang yang tertipu. Apalagi, kalau merasa kesuksesan yang dia raih adalah murni hasil jerih payahnya. Semata-mata hasil kerja kerasnya. Melulu karena kepandaian otak pikirnya. Ingatlah! Nabi Sulaiman AS, dengan segala raihannya sebagai cendikiawan ulung, penguasa adidaya, sosok yang gagah perkasa dia justeru menyatakan “HADZA MIN FADHLI ROBBI” ini adalah anugerah dari Tuhanku, “LIYABLUWANI AASYKURU AM AKFUR” untuk mengujiku apakah aku bersyukur kepada-Nya, atau aku mengingkari-Nya. Apakah segala fasilitas duniawi aku gunakan untuk meraih ridha-Nya atau justru mendatangkan murka-Nya.

Orang yang merasa dirinya selalu terpuruk, merasa sebagai manusia yang paling menderita di dunia, merasa hidupnya paling sial, merasa hidupnya tiada berarti, itulah orang yang gagal paham. Dunia selalu berubah tidak ada yang kekal abadi. Tidak sedikit orang yang terpuruk, kemudian pelan tapi pasti dia bangkit menaklukan dunia. Ketika hilang uang seratus ribu dari satu juta miliknya, maka yang dipikir adalah yang seratus ribu hilang kemana, dicarinya setengah mati, diingat-ingatnya hilang dimana. Gagal paham. Dia lupa bahwa di sakunya masih ada uang sembilan ratus ribu yang bisa dia manfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.

Kalau dia kehilangan pasangan hidupnya, meninggal karena suatu musibah misalnya, langsung merasa terpuruk. Gagal paham. Dia lupa kalau masih ada anak-anak, masih ada keluarganya yang menemani hidupnya, menghadapi masa depannya. Lebih dari semuanya, dia masih memiliki Allah SWT yang selalu Memandangnya dengan Kasih Sayang-Nya dan segala Pemberian-Nya.

Kalau dia mendapati suaminya berbagi cintanya dengan wanita kedua secara sah menurut aturan agama maupun negara, dia merasa menderita. Gagal paham. Padahal, betapa masih banyak perempuan yang tidak bersuami, yang belum mendapatkan jodohnya. Padahal, suaminya juga masih setia menemaninya, merawat anak-anaknya, bertanggung jawab penuh menafkahinya. Seorang hakim wanita bertanya kepada wanita termohon di persidangan: “Saudari termohon! Kenapa memberi izin suami saudari menikah lagi? Apakah saudari tidak memiliki perasaan sebagai wanita?”. Dengan tenang termohon menjawab: “Yang Mulia! Perasaan saya sebagai wanita sama seperti Yang Mulia Ibu hakim rasakan juga. Tetapi, perasaan saya terhadap aturan syariat mengalahkan perasaan saya sebagai wanita. Izin pun dikabulkan. [bm]

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice