logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 3402

 “BIAR KEPALA KOTOR, YANG PENTING TANDUK MAKAN”

Dahulu, dalam pelajaran Ilmu Bumi dikenal Pulau    Sunda Besar dan Pulau Sunda Kecil. Pulau Sunda Besar adalah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Barat. Pulau Sunda Kecil adalah Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Rote, dan Timor.  Pada tahun1985, di Pulau dalam katagori kedua ini baru ada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah (selanjutnya disebut Pengadilan Agama [PA]) di Denpasar, Singaraja, Mataram, Praya, Selong,  Waingapu, Waikabubak, Ende, dan Kupang.  Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor  95 Tahun1982 dan KMA  Nomor 96 Tahun 1982 (keduanya tertanggal 28 Oktober 1982) dibentuklah sejumlah   Cabang PTA dan PA serta Kepaniteraannya, termasuk PA di Pulau Bali antara lain Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar, Negara dan Tabanan. Di Flores dibentuk PA Ruteng, Bajawa, Maumere, dan Larantuka. Di Timor dibentuk PA SoE, Kefamenanu, dan Atambua.

Pada Tahun Anggaran 1985/1986  oleh Departemen Agama,   PA yang baru dibentuk itu, termasuk di Pulau Bali,  disiapkan Daftar Isian Proyek (DIP) untuk pembangunan Balai Sidang Pengadilan Agama (BSPA) tetapi DIP ini tidak jalan.   Menurut pengamatan Drs. Muhammad Djazuli Asfawi, S.H., Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Mataram, yang wilayah hukumnya meliputi Provensi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggaara Timur (NTT) dan Timor Timur (TIM-TIM), DIP tersebut  ada kecenderungan akan terancam “mati,” suatu istilah bagi DIP yang tidak sempat terlaksana sampai dengan batas tanggal yang ditentukan. “Saya merenung. Kepada siapa masalah ini harus saya sampaikan,” kata beliau kepada para Ketua PA se-daratan Flores. “Saya dapat inspirasi bahwa saya harus berkomunikasi dengan Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Karena PA tersebut berada di Pulau Bali, maka saya harus berkomunikasi dengan Bappeda di Provinsi Bali,” ucap beliau lebih lanjut.

Pada tanggal yang ditentukan, beliau berhasil menemui Ketua Bappeda dimaksud. Dari komunikasi itu disepakati oleh kedua pejabat ini bahwa akan ada pembicarakan “dari hati ke hati.” “Yang kami inginkan sebenarnya adalah PA untuk masyarakat kami di sini, yakni PA untuk masyarakat Hindu, bukan PA untuk masyarakat Muslim,”kata Ketua Bappeda. “Sesuai dengan kesepakatan kita pada awal komunikasi tadi bahwa kita akan berbicara “dari hati ke hati.” Kita ini di daerah, bertugas melaksanakan amanat Bapak-bapak kita di pusat. Kalau pembentukan PA untuk masyarakat Hindu, itu kewenangan Bapak-bapak kita di pusat, bukan tugas kita di daerah. Jika masyarakat Hindu di sini berkeinginan mempunyai PA,  silahkan saja disampaikan kepada Bapak-bapak kita di pusat. Persoalan kita sekarang, ada Proyek Departemen Agama yang belum jalan. Jika Proyek ini mati, yang dapat nama bukan saya, Muhammad Djazuli, karena orang tidak banyak tahu saya, melainkan Pak Gubernur, Pak Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Nama beliau akan dicatat sejarah bahwa dalam kepemimpinan beliau ada sejumlah Peoyek Departemen Agama yang tidak terlaksana.” Begitu ungkap Pak Djazuli, panggilan akrab Ketua PTA Mataram tersebut. “Ooo...., begitu ya Pak,” ucap Ketua Bappeda menanggapi penyampaian Pak Djazuli.  “Kalau begitu, pesan Bapak akan  saya sampaikan kepada Pak Gubernur secepatnya dan akan saya informasikan hasilnya  kepada Bapak dalam kesempatan pertama,” kata Ketua Bappeda. “Baik Pak! Saya tunggu informasi selanjutnya,” ungkap Pak Djazuli.

Beberapa hari kemudian, tidak sampai satu minggu sejak waktu pembicaraan “dari hati ke hati,” Pak Djazuli mendapat telepon dari Ketua Bappeda yang menginformasikan bahwa Proyek Pembangunan  BSPA Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar,  Negara, dan Tabanan akan segera berjalan.

Itulah sekelumit sejarah perjuangan Pak Djazuli membangun PA di wilayah hukumnya. Penuh tantangan, tetapi beliau dengan gayanya yang low profile, dan alhamdullilah, sukses. Dalam suatu kunjungan dinas, dari Bajawa ke Ruteng, bersama Pak Hodri Amin Bc.Hk., beliau rela naik bus kayu, yakni truk yang dibuatberatap sehingga layak untuk mengangkut penumpang. Pada waktu itu, 1985, di NTT, tidak ada PA yang punya kendaraan roda empat, kecuali PA Kupang, punya   colt L300, jenis kendaraan yang banyak dioperasionalisasikan untuk mengangkut penumpang dari Bogor ke Sukabumi dan sebaliknya, juga dari Bogor ke Cianjur dan sebaliknya.

Beliau berhasil membangun PTA Mataram di Jl. Majapahit 58 Mataram. Berkat kepiawaian beliau dalam lobby, pemilik tanah  yang bukan beriman Islam, bersedia melepaskan hak tanahnya untuk PTA.

           Ketika salah satu bangunan BSPA di pulau Bali selesai dibangun, belum bisa dipakai karena ada hambatan,  yakni akses jalan ke BSPA ditutup oleh seseorang. Dalam kasus ini, beliau datang dari Mataram ke Bali untuk menyelesaikan masalah ini. Beliau menghadap salah seorang pejabat Pemerintah Daerh di tempat PA itu berada. Dengan kepiawaian beliau dalam berdialog, membuahkan hasil. “Jangan Bapak yang membuka pagar itu. Biar kami  yang membukanya,”kata seorang Pejabat Pemdakepada beliau.

            Ketika akses jalan ke rumah dinas PA Maumere dipagar oleh seseorang karena alasan bahwa tanah jalan itu belum dibayar, beliau juga berdialog dengan orang tersebut, plus seorang keluarga yang menemaninya, dan berhasil. Penulis  menyaksikan dan mendengar sendiri dialog beliau dengan kedua orang yang mengaku sebagai pemilik tanah dimaksud. Luar  biasa, beliau menggunakan bahasa yang santun sehingga kedua orang yang berdialog dengan beliau itu merasa tersanjung.

          Dalam masalah lobby, saya  teringat peribahasa yang dipergunakan oleh Pak Mardianis, S.H., Ketua Pengadilan Negeri Bajawa pada tahun 1985, “biar kepala kotor, yang penting tanduk makan.” Tampaknya, muatan  peribahasa inilah yang dipergunakan Bapak  Drs. Muhammad Djazuli Asfawi, S.H., Ketua PTA Mataram pertama, Allah yarham. Semoga Allah selalu mengampuni beliau dan membalas semua amal salehnya dengan balasan yang berlipatganda. Amin.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice