logo web

on . Dilihat: 5226

Lebih-lebih, Pak Wildan dalam laporannya itu menyebutkan adanya Program Penganugerahan Penghargaan Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan Reformasi di Lingkungan Peradilan Agama. Nampaknya, supaya menarik perhatian, Jurubicara yang fasikh itu menyebutkan judul program dimaksud dengan menggunakan Bahasa Inggris, yaitu: “Religious Court Reform Awards”. Dalam rumusan  itu juga dirinci “award-award” yang akan diberikan, yaitu di bidang penanganan perkara, pengelolaan website, pelayanan meja informasi & pelayanan publik, penerapan SIADPA, pelayanan ‘Justice for the Poor’, dan pengelolaan SIMPEG.

Ya, bagus juga dengan diselipkannya istilah dalam Bahasa Inggris itu. Bukan untuk sombong-sombongan, tapi untuk menarik perhatian orang saja. Juga untuk menarik perhatian aparat lingkungan peradilan agama, bahwa program ini penting, besar dan bermanfaat untuk dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam rangka meningkatkan pelayanan.

Saya sebagai salah satu penanggung jawab bidang non judisial di lingkungan peradilan agama sangat puas dengan rumusan, yang memang saya sendiri terlibat langsung dalam penyusunannya itu, bersama anggota Komisi II lainnya.

Gagasan penganugerahan “awards” ini berawal dari keinginan agar program-program prioritas pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Pembaruan Peradilan (RBPP), lebih digaungkan di lingkungan peradilan agama. Bukankah ini merupakan komitmen kita, sebagai langkah pencapaian  Visi seperti disebutkan dalam Cetak Biru Mahkamah Agung?

Program penganugerahan “Awards” yang diikuti oleh langkah-langkah bimbingan dan pembinaan, saya harapkan dapat memacu semangat kawan-kawan dalam ber”fastabiqul khairat” untuk melaksanakan program-program prioritas RBPP di lingkungan peradilan agama.  Sudah barang tentu, muara dari “fastabiqul khairat” ini adalah pelayanan prima kepada pencari keadilan dan masyarakat luas.

Setelah selesai Sidang Pleno, banyak kawan-kawan peserta Rakernas, terutama dari luar kalangan peradilan agama, bertanya kepada saya. Dari mana anggarannya, bagaimana menyelenggarakannya, dan sebagainya.  Saya jawab sambil berseloroh, program itu disusun tanpa anggaran khusus. Dasarnya bondo nekad, alias “bonek”.

**

Memang  benar. Tidak ada dana khusus untuk penganugerahan awards ini. Tapi bukan berarti program ini dilakukan tanpa biaya dan tanpa perencanaan. Banyak biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan program ini, seperti untuk persiapan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan, pelaksanaan penilaian, penyediaan “awards” dan hadiah-hadiahnya, serta penyelenggaraan pada saat penganugrahannya itu sendiri. Semuanya direncanakan, dibahas dan disosialisasikan, baik di kalangan Badilag itu sendiri, Uldilag dan peradilan agama secara nasional.

Biaya untuk itu harus ada, walaupun tidak harus eksplisit disebutkan dalam DIPA.  Biaya untuk itu memang ada, tapi berserakan pada semua kegiatan Badilag atau bahkan satker-satker di daerah. Anggaran untuk Bimtek, Bedah Berkas, Pengembangan dan Monitoring Teknologi Informasi, SIADPA dan SIMPEG, Orientasi-orientasi, Pengadaan Sarana Prasarana, Bimbingan dan Monitoring berbagai kegiatan, Pemberkasan Administrasi Kasasi & PK,  bahkan Mata Anggaran Perjalanan 410, banyak kita manfaatkan juga untuk penyelenggaraan Program Penganugerahan “Awards” ini,  dijadikan satu dengan kegiatan-kegiatan pokoknya.

Jadi sebetulnya, kita hanya tinggal membuat komitmen, tekad, dan niat, apakah Badilag dan satker-satker di bawahnya mau melaksanakannya atau  tidak. Terhadap kegiatan-kegiatan yang berserakan itu, para pejabat pengelola di Badilag mau atau tidak untuk memadukan, mengkordinasikan dan memanfaatkan anggaran secara efisien dan efektif.

Jadi, sebenarnya tergantung kepada kita semua, bagaimana kita bisa mengemas dan merakit kegiatan-kegiatan itu agar program-program yang ditentukan berjalan lancar. Bukankah gagasan penganugerahan “awards” itu bertujuan agar program-program prioritas RBPP itu dapat dilaksanakan dengan semangat tinggi dan melibatkan seluruh unsur lingkungan peradilan agama, pusat dan daerah? Hanya itu saja resepnya. Sangat tergantung pada tekad kita.

Dan alhamdulillah, saya melihat,  semua aparat pada satker pusat dan daerah memahami dan mendukungnya. Saya optimis, program ini akan berjalan dengan baik. Bahkan selama tahun 2011 ini sudah ada penganugerahan “award” yang berhasil dilaksanakan, seperti penganugerahan The Best Religious Court Website Award yang telah diselenggarakan bersamaan dengan  Seminar Nasional Ekonomi Syari’ah, di kampus UIN Jakarta.

Penganugerahan di bidang website ini kerjasama dengan NLRP, sebuah Proyek yang dibiayai pemerintah Belanda, dan  HISSI (Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syari’ah Indonesia) pada Bulan Juni 2011.  Di tahun 2012 juga masih direncanakan penganugerahan di bidang website ini untuk kali yang kedua, mengingat penampilan website harus selalu up date.

Demikian pula di bidang Pelayanan Meja Informasi & Pelayanan Publik,  pada tahun 2011  telah berhasil disusun pedomannya yang dibungkus oleh SK Dirjen Nomor 17/2011. Pada tahun 2011 ini juga seluruh PTA/MS sudah melakukan penilaian di daerah masing-masing dan hasilnya telah diinfokan ke Badilag. Lalu Badilag, di akhir tahun 2011, telah melaksanakan peninjauan dan penilaian secara nasional ke wilayah PTA/MS se Indonesia. Kini, tinggal rapat dewan juri untuk menentukan para pemenangnya.

***

Oleh karena itu, kesimpulan saya, walaupun tidak ada anggaran khusus untuk kegiatan penganugerahan “awards”, kegiatan itu akan berhasil dengan baik. Syaratnya, semua pimpinan di lingkungan peradilan agama, sesuai tingkatannya,  selalu menyosialisasikan program ini di lingkungan masing-masing dan melaksanakannya sesuai dengan  kewenangannya.

Yang tidak kalah pentingnya adalah para pimpinan peradilan agama itu agar selalu “well informed” mengenai perkembangan, kebijakan atau informasi lainnya dari Badilag berkaitan dengan program-program RBPP.  Sebaliknya, para pejabat di Badilagpun perlu banyak melihat lapangan atau menggali informasi mengenai pelaksanaan RBPP di daerah.

Untuk itu, situs Badilag,net dan situs-situs peradilan agama se Indonesia menjadi suatu keniscayaan untuk dimanfaatkan dalam  berkomunikasi multi arah ini. Seluruh warga peradilan agama “wajib hukum”nya untuk mengakses Mahkamah Agung.go.id dan Badilag.net, setiap hari. Demikian pula, warga Badilag “wajib hukum”nya melihat perkembangan situs-situs peradilan agama.

Saya yakin, dengan berbagi informasi, pengalaman dan pendapat di antara pusat dan daerah, program Penganugerahan Religious Court Reform Awards akan berhasil dengan baik.  Kalau itu terjadi, berarti kita telah berhasil satu langkah dalam upaya melaksanakan program-program RBPP di lingkungan peradilan agama.

Kita tidak mau menjadi korban perubahan sebagai mana kata orang: “Perubahan adalah suatu keniscayaan. Siapa yang tidak ikut perubahan, maka ia akan digilas sendiri oleh perubahan itu”.

Sudah barang tentu, perubahan yang dimaksud adalah perubahan menuju kepada keadaan yang lebih baik. Bukankah yang dimaksud perubahan itu adalah “hijrah minadhulumati ilan nur”? Ya, kita telah mempunyai pegangan sejarah dalam hal ini, yang telah dicontohkan oleh Rosululloh SAW , yaitu hijrah dari Mekkah ke Medinah, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadikan masyarakat yang jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Niat yang ikhlas, yang “lillahi ta’ala”, akan menimbulkan tekad yang kuat, walaupun kadang-kadang harus dilakukan dalam serba keterbatasan. “Bondo nekad, alias bonek” dalam konteks yang positif sangat diperlukan untuk merealisasikan niat yang ikhlas tersebut. Insya Allah, kita mampu. (WW).

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice