logo web

on . Dilihat: 3356

“Rumah Dirjennya hanya 200m dari sini, Pak!”

 

Tahun 2007, pimpinan Mahkamah Agung dan rombongan mengadakan roadshow ke wilayah Priangan Timur. Kota-kota yang dikunjungi mulai dari Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar dan berakhir di Pangandaran.

Di kota-kota itu, rombongan mengunjungi PN dan PA, serta bertemu Gubernur, Bupati dan Walikota, dengan seluruh jajarannya. Di PN dan PA yang dikunjungi, selain melihat situasi yang ada, baik fisik bangunannya maupun administrasi dan pelayanannya, pimpinan Mahkamah Agung juga memberikan tausiah-tausiahnya.

Nampak Pak Bagir, Ketua MA ketika itu, dan pimpinan lainnya, pada umumnya  senang melihat fisik bangunan pengadilan-pengadilan yang dikunjungi. Namun ketika rombongan meninjau PA Tasikmalaya, suasananya sedikit berbeda. Gedung PA Tasikmalaya yang terletak di jalan ‘tikus’, ‘mewah’ alias mepet sawah,  dengan tata ruang yang tidak keruan karena tambal sulam, membuat pimpinan Mahkamah Agung sedikit mengerutkan kening.

Begitu turunpun dari bis, Pak Bagir dan rombongan sudah nampak lain dibandingkan ketika turun dari bis di halaman PN Tasikmalaya, yang dikunjungi sebelumnya. Tidak seperti ketika menuju PN yang lancar-lancar saja, bus yang ditumpangi rombongan sulit masuk ke lokasi PA. Jalan yang sempit sedikit berkelok membuat kesulitan bagi bis untuk sampai ke lokasi. Belum lagi kalau papasan dengan kendaraan lain, bus harus menunggu dan mencari posisi  yang sedikit lapang.

Papasan dengan becak saja, bis harus berhenti dulu untuk memberi kesempatan becak lewat. Keadaan seperti itu mungkin membuat Pak Bagir dan rombongan sedikit “terganggu”. Makanya begitu turun dari bis, langsung masuk gedung yang sempit, melihat-lihat dalam gedung yang tata ruangnya acak-acakan, lalu naik ke lantai 2 di bagian belakang, langsung Pak Bagir geleng kepala sambil bertanya dengan nada sedikit tinggi, ”mengapa begini?”.

Beliau melihat pojokan ruangan, yang dindingnya tidak nyiku 90 derajat, tapi runcing. Sangat tidak sedap dipandang mata. Ketua PA menjelaskan karena tanahnya tidak persegi persis, maka bangunannya disesuaikan dengan bentuk tanah, agar tidak ada tanah yang terbuang. Dari segi logika, Ketua PA itu benar, sebab kalau bangunannya persegi maka banyak bagian tanah yang tidak terpakai, padahal luas tanah secara keseluruhan sangat sempit.  Untuk efesiensi, maksudnya. Namun dilihat dari segi keindahan, bangunan seperti itu kurang sedap dilihat.

Persis ketika Pak Bagir sedang heran, bertanya-tanya, sedikit kesal, lalu memberi arahan-arahan itulah, Pak Nurhadi, Kepala Biro Hukum Humas yang dikenal lincah tapi kadang kocak itu nyeletuk, “Rumah Dirjennya hanya 200 meter dari sini Pak”. Sontak, celetukan itu menarik perhatian rombongan dan Pak Bagir. Pak Bagir langsung bertanya, “Mana Wahyu?”.  “Saya Pak!”, jawab saya cepat, setengah berteriak, agar beliau menoleh ke arah saya, yang memang saya selalu berada di belakang beliau kalau sedang melakukan peninjauan ke  PA-PA.

“Bagaimana, kampungnya sendiri tidak diurus…”, kata beliau. Saya tidak tahu persis dengan maksud kata-katanya itu, apa beliau marah, canda atau hanya pelampiasan saja. Yang saya tahu beliau sangat kecewa melihat keadaan gedung PA Tasik itu.

**

Memang benar, rumah orang tua saya, yang biasa menjadi tujuan saya kalau pulang kampung ke Tasik, hanya sekitar 200 meter dari gedung PA. Saya sering masuk ke gedung PA atau hanya lewat depannya saja kalau hari Sabtu atau Ahad. Saya juga tahu, ketika itu gedung PA Tasikmalaya termasuk yang masih memprihatinkan dibanding gedung PA lain yang sudah dibangun baru. Gedung PA yang berlokasi di jalan tikus itu merupakan gedung lama yang sebetulnya sudah tidak pantas dijadikan suatu pengadilan yang perkaranya sekitar 4.000-5.000 setahun.


Saya pernah mengingatkan kepada kawan-kawan di PA Tasik dan PTA Bandung agar segera memperhatikan pembangunan gedung baru PA  yang Kelas IA ini. Namun karena, barangkali, belum masuk prioritas maka pembangunannyapun masih tertunda terus. Walaupun orang Tasik, bahkan rumah juga hanya 200 meter dari gedung PA, saya tidak mau mengintervensi PTA dalam melakukan prioritas pembangunan di wilayahnya, apalagi menekan mereka untuk mendahulukan pembangunan PA Tasik.

Saya yakin, kawan-kawan di PTA, baik Ketua atau Panseknya, lebih mengetahui secara detail tentang peta lapangan di wilayahnya dikaitkan dengan anggaran yang tersedia. Mana yang prioritas mana yang belum, mereka lebih faham. Saya sangat menghormati kewenangan mereka.

Saya juga senang kawan-kawan di PA Tasik atau di wilayah Jawa Barat lainnya tidak pernah minta macam-macam, sehingga merepotkan saya dalam melaksanakan tugas sebagai Dirjen. Dalam kaitan karir kepegawaian atau penyediaan anggaran dan sarana, mereka bertindak secara profesional, tidak memanfaatkan kawan selemburnya yang menjadi Dirjen. Saya senang dengan keadaan seperti itu.

Namun tetap, saya juga sering memberi saran, masukan, motivasi dan perhatian  kepada kawan-kawan di Tasik atau di PTA Bandung, sebagaimana juga kepada kawan-kawan lainnya di Indonesia. Kalaupun ada sikap khusus kepada Tasik atau Jawa Barat adalah hal yang wajar karena punya kaitan emosional tersendiri. Hanya saya selalu berusaha untuk menjaga agar sikap khusus ini dilakukan secara proporsional tidak mengganggu profesionalitas.

Oleh karena itu, ketika Pak Bagir mengatakan “…kampungnya sendiri  tidak diurus…”, saya sempat menjawab, sambil canda, kepada Pak Nurhadi, “Saya ini kan Dirjen Badilag se Indonesia, bukan Dirjennya  PA Tasik…”.

***

Saya tidak tahu, apakah  peristiwa itu mempengaruhi perhatian PTA Bandung dalam mengupayakan  pembangunan PA Tasik atau tidak. Yang jelas, tahun-tahun berikutnya saya diberitahu bahwa PA Tasik telah berhasil membeli tanah di dalam kota. PA Tasik juga telah mendapatkan sebidang tanah dari Pemda Kabupaten untuk dibangun kantor baru di komplek perkantoran Pemda dan malah pembangunan gedung baru itu sendiri telah dilakukan dan direncanakan selesai akhir tahun 2011 ini.  Sayapun telah sempat melihat tanah-tanah dan pembangunan gedung baru itu.

Di samping itu, PA Tasik yang dianggap berhasil dalam pelaksanaan program “Justice for the Poor”, dengan melaksanakan secara efektif pelayanan perkara prodeo dan sidang keliling, telah berhasil membentuk PA baru yaitu PA Kota Tasikmalaya yang peresmian operasionalnya dilakukan oleh Ketua MA di Labuan Bajo, bersama 15 PA baru lainnya, pada tanggal 16 November 2011 ini.  Saya sendiri meresmikan pelaksanaan operasionalnya di kantor Walikota.

Alhamdulillah. Telah banyak capaian-capaian yang diraih PA Tasik sejak kunjungan Ketua MA dan rombongan tahun 2007 lalu. Saya yakin, kunjungan dan capaian ini ada korelasinya. Oleh karena itu, perhatian dan arahan Ketua MA dalam melakukan kunjungan ke daerah sangat menjadi motivasi bagi daerah untuk melakukan perbaikan-perbaikan.

Saya yakin, tanpa memanfaatkan hubungan ke”salembur”an yang tidak proporsional dengan pejabat di pusat, kawan-kawan di daerahpun akan dapat melaksanakan program-programnya dengan baik dan lancar. Tidak harus diintervensi, ditekan atau diberi keistimewaan.(WW).

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice