logo web

on . Dilihat: 18322

SANG BEGAWAN DAN CANTRIK, SANG KIAI DAN SANTRI

Oleh :

Drs. H. Purwosusilo, S.H., M.H.

(Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI)

 

Mengawali  tulisan ini saya sampaikan teori dari DR Arnold Kasali, dalam pembentukan kader dengan Teori Begawan dan Cantrik atau Kiai dan Santri. Istilah Begawan dan Cantrik dikenal dalam dunia Pewayangan, khususnya wayang purwo dalam budaya jawa. Begawan diasumsikan sebagai  seorang figur yang serba mumpuni, ia memiliki kesempurnaan dan ketinggian moralitasnya, sehingga seorang Begawan dianggap serba tahu. Bahkan karena kedekatan rohaninya dengan Yang Maha Kuasa, ia dianggap tahu apa yang akan terjadi (tahu sebelum winarah), sehingga Begawan menjadi figur panutan dan menjadi tempat bertanya para satria dan raja.

Dalam pewayangan kita mengenal Begawan Abiyoso, seorang Begawan yang mumpuni, tempat bertanya para raja, khususnya Pandawa. Dalam dunia modern sekarang, Begawan juga dipergunakan untuk seorang Maha Guru yang pendapatnya menjadi rujukan banyak orang, seperti Begawan Ekonomi untuk Prof DR Sumitro Djoyo Hadikusuma.

Teori ini mirip dengan teori Kiai dan Santri dalam islam. Kiai adalah sebagai figur panutan, karena kedalaman ilmu agamanya dan kesempurnaan akhlak dan moralitasnya. Kiai juga menjadi panutan bukan saja bagi Santri, akan tetapi menjadi panutan bagi masyarakat luas diluar komunitasnya.

Sementara Cantrik bagi sang Begawan, Santri bagi sang Kiai adalah anak didik yang nantinya diharapkan suatu saat dapat madeg jumeneng menjadi Begawan dan menjadi Kiai. Pada saat menjalani  kehidupan di Padepokan atau Pesantren, karena kedekatan Cantrik kepada Begawan dan Santri kepada sang Kiai, banyak hal yang bisa diperoleh oleh Cantrik dan Santri dari kehidupan sang Begawan dan sang Kiai. Mereka bisa melihat dari dekat, bagaimana perkehidupan setiap hari dari sang begawan dan sang Kiai, mulai dari bagaimana sang Begawan memasuki Padepokan, bagaimana cara berbusana, bertuturkata, berdiplomasi, bagaimana beliau menerima tamu, menolak permintaan orang, bahkan cara bercanda sang Begawan  dan sang Kiai akan menjadi ilmu yang sangat berguna bagi Cantrik dan santri.

Pengalaman ini tidak akan diperoleh secara resmi di dalam kelas, saat sang Begawan dan sang Kiai memberikan pelajaran keilmuan, Tetapi ilmu ini diperoleh secara tidak langsung dari mengamati perilaku keseharian sang Begawan atau sang Kiai. Ilmu ini sangat bermanfaat di suatu saat ketika Cantrik madeg menjadi Begawan dan dan Santri menjadi Kiai. Pengalaman ini akan menjadi modal managerial bagi Cantrik dan Santri disaat menjadi Begawan dan Kiai.

Dalam kontek ini, saya harus banyak bersyukur kepada Allah, karena merasa beruntung selama 2 tahun pernah menjadi salah satu direktur di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MARI dibawah kepemimpinan Pak Wahyu Widiyana, ibarat teori begawan dan Cantrik, Kiai dan Santri, saya beruntung selama dua tahun, saya pernah menjadi Cantrik dari seorang begawan, Santri dari seorang Kiai, bernama Begawan Wahyu Widiyana atau Kiai Wahyu Widiyana dalam Padepokan dan Pesantren Badan Peradilan Agama, selama dua tahun menjadi Cantrik dari Begawan Wahyu Widiyana, banyak hal yang bisa saya peroleh, yang tidak pernah saya peroleh di bangku sekolah S1,S2 dan S3 sekalipun, bagaimana sang Begawan atau sang Kiai berdiplomasi,berkoordinasi, menjalin kerjasama dengan instansi baik di dalam maupun di luar negeri, bahkan bagaimana sang Begawan atau sang Kiai bercanda dengan para staf pun, semua terekam dengan baik di dalam pikiran saya, sekalipun tidak pernah kami catat dalam buku kerja atau harian kami.

Kemudian selama dua tahun menjadi Cantrik dan Santri sang Begawan,saya pun merasa tidak pernah melakukan suul adab ( perlakuan yang kurang baik ) kepada sang Kiai. Ini bukan berarti selama dua tahun tidak pernah berbeda pendapat. Dalam berdiskus sering berbeda, bahkan kritik pun sering kami sampaikan untuk kebaikan Peradilan Agama, akan tetapi kritik dan beda pendapat semua kami sampaikan dalam bahasa, dan format ketawadlu’an dan keikhlasan sehingga saya tidak pernah merasa mengkritik sang bengawan dan  sang Begawanpun tidak merasa dikritik, bahkan kritik dan beda pendapat inipun diterima sang Begawan dengan keikhlasan dan penuh kasih sayang layaknya Begawan kepada cantrik atau Kiai kepada Santrinya.

Dalam Islam diajarkan bagaimana cara mendidik anak, dalam batas tertentu kita dibolehkan memukul  anak  yang telah berusia 10 tahun,  masih belum mau melaksanakan sholat tentu pukulan ini bukan pukulan kebencian, bukan pukulan hukuman atau kemarahan, akan tetapi pukulan dengan kasih sayang, pukulan untuk menjadikan anak lebih baik dan taat kepada yang Maha Kuasa. Ini mirip peran seorang pimpinan kepada para anak buahnya sehingga budaya ketawadlu’an  dan kasih sayang seperti ini perlu terus dikembangkan oleh semua warga Peradilan Agama di semua tingkatan.

Pada hari kamis tanggal 21 Februari 2013 secara resmi kami telah dilantik oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama yang baru, menggantikan sang Begawan saya merasa tidak sesempurna sang Begawan sehingga kamipun tidak bermaksud madih menjadi begawan akan tetapi  ilmu yang saya peroleh selama 2 tahun menjadi Direktur (cantrik) dari begawan Wahyu Widiana menjadi bekal yang sangat berharga untuk mengemban amanah ini, maka oleh karena itu kami mohon izin dan do’a sang Begawan dan sang Kiai, semoga kami dapat melanjutkan pekerjaan sang Begawan dalam membangun Badan Peradilan Agama. Demikian juga kepada seluruh warga Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama dan warga Peradilan seluruh Indonesia kami mohon do’a dan dukungan agar dapat mengemban amanat ini dengan baik.

Saya menyadari, tidak sesempurna sang begawan tetapi saya akan berusaha untuk melanjutkan apa yang telah dilakukan Begawan untuk kebaikan dan kemajuan Badan Peradilan dan seluruh Peradilan Agama. Kami seluruh warga Peradilan Agama mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, semoga ditempat yang baru sang Begawan akan lebih sukses,  selamat jalan Begawan, kami akan selalu mengenang jasa baikmu. Terima kasih.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice