logo web

on . Dilihat: 7196

Hakim Itu Sama Dengan Peneliti Ilmiah

Oleh: Abdul Manaf

Di suatu masa hiduplah seorang  alim besar, sebutlah Kiyai Ahmad namanya. Beliau memiliki banyak santri. Murid-muridnya banyak yang menduduki posisi penting di lingkungan masyarakatnya. Ada yang menjadi kepala desa, ada yang menjadi guru, ada yang menjadi polisi, dan banyak lagi yang berkiprah di masyarakat sambil menyebarkan ilmu yang didapat dari Sang Kiyai.

Kiyai Ahmad dikenal suka bepergian mengunjungi berbagai daerah asal santri-santrinya untuk memberikan ceramah, pengajian, sekaligus melepas rindu bersilaturahim ke rumah mereka. Ada saja nasihat dan wejangan yang beliau berikan untuk mereka.

Suatu hari Kiyai Ahmad berkunjung ke salah seorang muridnya yang dikenal kikir, untuk menasihatinya. Menyambut kedatangan gurunya, Si Kikir menghidangkan pisang kepok rebus yang untuk ukuran gigi Sang Kiyai yang sudah sepuh, menjadi problem tersendiri. Dengan maksud menyenangkan tuan rumah, Sang Kiyai menyantap pisang kepok rebus dengan lahap. Mendapati hal demikian, Si Kikir menyebarkan berita kepada murid-murid Sang Kiyai yang lainnya, bahwa beliau sangat menyukai pisang kepok rebus.

 

Beberapa waktu kemudian, setiap kali beliau mengunjungi murid-muridnya di berbagai daerah, beliau selalu mendapat suguhan pisang kepok rebus. Hal tersebut tak kurang mengundang penasaran salah seorang muridnya untuk bertanya, “Pak Kiyai, kenapa Panjenengan menyukai pisang kepok rebus, padahal –maaf– gigi Panjenengan sudah tidak muda lagi?”

Sejenak Sang Kiyai tercenung, lalu balik bertanya, “Kalau kamu merasa heran bertanya, saya juga sebenarnya merasa heran hendak bertanya kepada kalian, siapa gerangan yang mengabarkan kepada kalian seluruh santriku, bahwa aku sangat menyukai pisang kepok rebus? Padahal sebenarnya, yang aku lakukan di rumah kawanmu beberapa waktu yang lalu, hanyalah untuk menyenangkan hatinya, karena dia telah berbuat baik menyuguhiku hidangan, walaupun hanya hidangan pisang kepok rebus”. Kesimpulan murid-muridnya termyata salah, karena data yang mereka dapat belum lengkap.

Demikian halnya seorang hakim dalam menimbang suatu putusan, hendaklah menghimpun data dan informasi yang lengkap terlebih dahulu, tentang perkara yang ditangani. Kumpulkan bukti-bukti secukupnya. Jangan terburu-buru membuat pertimbangan hukum, apabila fakta-fakta masih belum lengkap. Karena data yang tidak lengkap akan menimbulkan kerancuan dalam pertimbangan hukum nantinya, bahkan bisa salah dalam membuat suatu amar putusan. Seorang hakim ibarat seorang peneliti yang menghimpun data dengan cara rasional, sistematis dan logis, sehingga pada akhirnya dengan putusan yang dijatuhkannya, pihak yang merasa dikalahkan, akan menyadari betul dan menerima kenyataan kenapa dia menjadi pihak yang kalah.  Wallahu a’lam bishshowab.

[bm]

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice