logo web

on . Dilihat: 3690

 

Kado Tahun Baru 2012 Untuk Peradilan Agama

*

Pagi hari Ahad, 1 Januari 2012. Saya bersama isteri sedang bersiap-siap untuk pergi ke Bandung. Hp saya berkali-kali berbunyi tanda ada sms masuk. Saya tidak begitu menaruh perhatian  terhadap masuknya sms-sms itu, sehingga saya asyik terus melakukan persiapan pemberangkatan. “Paling sms ucapan selamat tahun baru”, pikir saya.

Dan memang benar, sejak semalaman, bahkan sejak satu hari sebelumnya, banyak sms ucapan selamat tahun baru masuk ke hp saya. Saya senang menerima sms itu dan saya selalu berusaha membalasnya. Hanya saja pagi itu, saya belum sempat membalas satupun ucapan tahniah yang diterima dari kawan-kawan se Indonesia. “Nanti saja sekaligus membalasnya kalau waktu senggang”, kata saya dalam hati.

Setelah  semua persiapan untuk berangkat ke Bandung beres, dan setelah pamit kepada anak-anak dan Bi Ai, yang membantu kami di rumah, saya dan isteripun, berdua, lalu masuk mobil, siap untuk berangkat.

Saya hidupkan mobil, lalu saya biarkan beberapa saat agar mesinnya panas. Sambil menunggu memanaskan mobil itu saya buka hp untuk melihat sms-sms yang masuk. Ada beberapa sms baru, antara lain dari Bu Dewi KPN Stabat, Pak Daswir PTA Bandung, Bu Diana Kepala Biro Pimpinan Mahkamah Agung dan lainnya.

Sms-sms itu, selain maksudnya mulia, untuk mengeratkan tali silaturahmi, juga kata-katanya indah. Saya sangat menyukainya dan sangat berterima kasih kepada para pengirimnya.

Namun sayang, begitu saya sampai di Bandung, 2 jam kemudian, langsung ke Lapangan Gasibu untuk melihat pasar rakyat mingguan, yang sangat ramai dikunjungi banyak orang, eh saya kena musibah. Hp saya ada orang yang “menyenangi”nya, lalu mengambilnya tanpa izin dan tanpa sepengatahuan saya, dari saku saya. Inna lillah.

Tapi tidak apa-apa. Mudah-mudahan, orang itu cepat tobat dan diampuni Tuhan. Namun, saya sangat kecewa. Bukan karena hilangnya hp itu, tapi karena kata-kata indah yang ada pada sms yang dikirim kawan-kawan itu ikut raib juga. Yang lebih kecewa dan menyesal lagi adalah saya belum sempat membalas sms-sms tahniah itu. Oleh karena itu, saya mohon maaf kepada kawan-kawan yang telah mengirim sms itu.

**

Di antara sms yang sempat saya lihat sebelum berangkat ke Bandung, adalah sms yang dikirim oleh Cate Sumner dari Sydney.  Sms ini menjadi salah satu sms yang istimewa, bukan hanya istimewa bagi saya pribadi, tapi juga bagi peradilan agama.

“Happy New Year 2012 to you and your family, Pak Wahyu”. Itulah kalimat pertama yang Bu Cate tulis dalam smsnya. Mungkin kalimat itu biasa-biasa saja. Dan itu hanya berkaitan dengan pribadi saya dan keluarga. Tidak ada istimewanya bagi institusi.

Tapi kalimat berikutnya menyangkut institusi. Dan, inilah yang saya anggap sebagai kado Tahun Baru 2012 buat peradilan agama. Bu Cate, dalam smsnya itu, menginfokan bahwa artikel yang merupakan ringkasan buku tentang reformasi di lingkungan peradilan agama, “Courting Reform”, yang Bu Cate dan Prof Tim Lindsey tulis, telah dipublikasikan pada International Journal of Court Administration  dan dapat dilihat pada situs IACA (International Association for Court Administration).

Saya senang campur penasaran, ingin segera melihat artikel dalam jurnal internasional itu. Akhirnya sebelum berangkat itu, saya pamit sebentar kepada isteri untuk membuka dulu situs IACA melalui Lifebook yang selalu setia menemani saya, sambil menunggu memanaskan mobil.

Benar juga. Artikel yang berjudul sama dengan judul bukunya, “Courting Reform: Indonesia’s Islamic Courts and Justice For The Poor”, itu dimuat pada Jurnal Internasional untuk Administrasi Pengadilan, edisi Desember 2011.

Jurnal yang terbit dua kali setahun sejak 2008 ini menampilkan tulisan-tulisan berkaitan dengan sistem peradilan yang profesional dan pengalaman inovatif penyelenggaraan peradilan, di bidang administrasi dan manajemen, dalam sistem “common law”, kontinental dan Syari’ah, dari seluruh dunia.

IACA, penerbit jurnal ini, merupakan asosiasi para administrator peradilan dari seluruh dunia, yang markasnya berkedudukan di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat.  Asosiasi yang didirikan tahun 2005 ini telah menyelenggarakan 4 kali konferensi internasional dan 3 kali konferensi regional.  Para profesional dari sekitar 100 negara telah terlibat dalam konferensi ini.  Badilag sendiri telah diundang untuk mempresentasikan pengalaman pelaksanaan program “access to justice” dan “justice for the poor”, pada konferensi internasional terakhir di Istanbul (2009), dan konferensi regional terakhir di Bogor (2011).

Di samping menyelenggarakan konferensi profesi dan penerbitan jurnal, asosiasi ini juga melakukan pelatihan di bidang administrasi dan manajemen peradilan, dan juga menyediakan narasumber yang terdiri dari hakim, menejer pengadilan dan pejabat pemerintah lainnya untuk membantu mengevaluasi dan meningkatkan kualitas sistem peradilan.

 

***

Artikel yang merupakan ringkasan buku itu, walaupun hanya 14 halaman –bukunya sendiri terdiri dari 69 halaman, red-, esensinya sama dengan bukunya. Bahkan, walaupun hanya menjadi 14 halaman, artikel ini dilengkapi juga dengan data baru mengenai statistik perkara secara nasional 10  tahun terakhir dan pelaksanaan pelayanan perkara prodeo, sidang keliling dan posbakum.  Bu Cate menjadikan makalah saya waktu Konferensi Regional IACA di Bogor (Maret 2011) dan waktu Rakernas MA-RI (September 2011) sebagai rujukannya.

Melihat dipublikasikannya artikel yang menceriterakan kemajuan peradilan agama, yang ditulis orang asing berkaliber internasional, pada jurnal internasional, yang diterbitkan sebuah asosiasi peradilan tingkat internasional, hati saya senang sekaligus khawatir.

Senang karena orang lain sangat menghargai prestasi kawan-kawan di peradilan agama. Senang karena publikasi itu bisa menjadi motivasi seluruh jajaran peradilan agama. Senang pula jika peradilan agama bisa dikenal oleh kalangan yang lebih luas karena hal-hal yang positifnya.

Rasa senang itu campur dengan rasa khawatir. Khawatir jika apa yang ditulis dan dipublikasikan pada jurnal internasional itu justru hanya nampak di permukaannya saja. Khawatir jika apa yang terjadi sebenarnya di lapangan, justru sebaliknya. Khawatir masih ada atau bahkan banyak yang dirasakan masyarakat pencari keadilan sebaliknya dengan tulisan di artikel itu.

Dalam artikel itu, peradilan agama disebutkan sebagai  pengadilan yang sukses, transparan, tidak korup, perhatian terhadap masyarakat miskin, dan hal-hal positif lainnya, eh… tahu-tahu, masih sering terjadi adanya pungutan liar, penyampaian salinan putusan dan akte cerai yang sering terlambat, profesionalitas rendah, websitenya tidak up date, biaya perkara tidak jelas dan sebagainya. Bagaimana kalau itu terjadi?

Itulah kekhawatiran saya, sebagai pihak yang secara struktural paling bertanggung jawab dalam pembinaan peradilan agama se Indonesia ini.

Oleh karena itu, dalam hati saya berkata. Bisakah di tahun baru ini, saya berbuat lebih baik lagi dalam memberikan motivasi kepada kawan-kawan? Bisakah saya mendorong peradilan agama untuk meningkatkan pelayanannya? Bisakah saya, memberi rasa keadilan kepada seluruh aparat peradilan agama terkait dengan kesejahteraan, peningkatan karir dan pemenuhan hak-hak mereka? Bisakah saya untuk bersikap dan bertindak lebih baik lagi sehingga menjadi panutan kawan-kawan? Bisakah …?.

Memang berat. Tapi saya optimis. Dengan modal soliditas yang tinggi dari kawan-kawan, kebanggaan terhadap institusi yang telah tertanam, semangat maju yang tak kunjung padam, dan fasilitas yang relatif lebih baik dan lengkap dibandingkan masa silam, saya yakin, pasti bisa.

Saya juga yakin, kawan-kawan di  peradilan agama se Indonesia bisa memanfaatkan “Kado Istimewa Awal Tahun 2012” dari  IACA, Bu Cate dan Prof. Tim ini. Kado itu menjadi pelecut untuk maju, kreatif dan inovatif dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan.

Saya juga yakin, kawan-kawan di peradilan agama akan istiqomah, qona’ah dan tetap memelihara akhlaqul karimah dalam melaksanakan tugas sehari-hari di tahun 2012 ini.

Dengan demikian, apa yang ditulis oleh Bu Cate dan Prof Tim sebagaimana dipublikasikan pada Jurnal Internasional Administrasi Peradilan, Desember 2011, yang menyatakan bahwa peradilan agama adalah peradilan yang sukses, paling terbuka, bersih, efisien serta mengembangkan akses kepada keadilan bagi orang miskin, masyarakat terpencil dan perempuan, benar adanya. Dan kita, perlu terus mempertahankan dan meningkatkannya.    Kalau tidak, malulah kita.(WW).

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice