PINDAH[1]
Oleh: Samsul Zakaria, S.Sy., M.H.[2]
S |
iang itu aku membuat surat pernyataan sebagai salah satu syarat pemberkasan. Iya, pemberkasan akhir CPNS/Calon Hakim Mahkamah Agung RI. “Siap ditempatkan dimanapun di wilayah NKRI maupun di luar negeri.” Pernyataan itu diakhiri nama diri dan tanda tangan di atas meterai.
Berawal dari pernyataan itu, ibuku sempat menitikkan air mata. Saat aku mengabarkan bahwa penempatan pertamaku di Kalimantan Selatan. Tepatnya di Pengadilan Agama Tanjung, Kabupaten Tabalong. Aku harus pindah. Hijrah dari Yogyakarta ke Tanjung. Ditemani istri tercinta yang selalu setia mendampingi. Disertai deraian air mata ibu di kampung halamanku, Lampung Barat.
Di satu sisi, ibuku sangat bersyukur. Anak pertamanya sudah mendapatkan pekerjaan tetap. Namun ibu juga tidak tega melepasku. Merantau ke Pulau Kalimantan. Tak ada sanak saudara di sana. Dan ibu tidak punya cukup uang untuk memberikan tambahan dana untuk kepindahanku. “Tenang, Bu. In sya Allah di sana nanti dapat saudara baru,” ucapku di akhir pembicaraan via WhatsApp.
[1] Cerita ini berdasarkan kisah nyata dengan beberapa improvisasi. Cerita ini telah diterbitkan dalam Antologi Cerpen Mahasiswa dan Alumni FIAI UII, November 2021.
[2] Hakim Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Saat mahasiswa pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pilar Demokrasi FIAI UII. Sejak medio 2015 sampai awal 2018 menjadi Reporter UII News.
Selengkapnya KLIK DISINI