logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 5526

Pembuktian Terbalik Pada Gugatan Nafkah Lampau, Mungkinkah?

Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I-A)

Asan (bukan nama sebenarnya) rupanya tidak bisa menyembunyikan kekesalannya di persidangan. Dia kesal karena permohonan izin untuk menceraikan istrinya tidak berjalan mulus akibat istrinya menghadiri sidang. Semula mungkin menduga bahwa istrinya yang pada sidang pertama tidak datang, pada panggilan ke dua tidak datang lagi. Menurut, protap yang ada apabila pihak termohon atau tergugat tidak hadir sebanyak 2 kali berturut-turut dan surat panggilan oleh hakim dianggap sah, maka akan diputus tanpa kehadirannya. Dalam istilah teknis peradilan, putusan yang demikian lazim disebut putusan verstek. Asan, berbesar hati akan mendapat protap demikian, sehingga tidak perlu bolak balik datang ke pengadilan agama yang dalam keseharian seperti pasar ini;

Yang lebih membuat Asan kesal, ternyata di samping istrinya datang bersama dengan seorang pengacara, pada saat membaca jawaban istrinya atas permohonan yang diajukan, istrinya mengajukan sejumlah tuntutan yang menurutnya tidak masuk akal. Alasan-alasan mengapa sampai timbul tuntutan istri baginya tidak penting. Apalagi alasan itu oleh sang pengacara ditulis secara panjang lebar dan “ndakik-ndakik” hamper memakan puluhan halaman. Pada jawaban yang ditulis dengan ketikan spasi tunggal itu juga sering dibumbuhi dengan istilah-istilah asing yang, karena ‘wong ndeso’ sama sekali tidak ia mengerti. Dia hanya melihat pada bagian akhir tulisan yang biasa menyebut angka nominal sekian rupiah dan sebagainya. Tetapi Asan memang benar-benar masygul ketika istri menyebut ratusan juta rupiah yang harus dibayar olehnya apabila memaksa menceraikan istrinya. Yang paling menyedihkannya ketika istrinya menuntut “nafkah lampau” puluhan bulan yang menurut istrinya konon tidak pernah terbayar.

Secara umum, nafkah lampau, atau nafkah madhiyah biasanya diartikan sebagai nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh suami kepada istri saat keduanya sudah terikat oleh perkawinan yang sah. Nafkah memang dapat menjadi hutang suami, kalau tidak dibayarkan/ dituniaikan oleh suami. Tentang kewajiban meberikan nafkah kepada istri telah menjadi pembicaraan hukum munakahat. Bahkan, telah menjadi wacana panjang lebar oleh para fuqaha.


Selengkapnya KLIK DISINI


 

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice