logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 12531

Menuntut Nafkah Batin, Mungkinkah?

Oleh: H. Asmu’i Syarkowi

(Hakim Tinggi PTA Jayapura)

Apabila kita mendengar kata “nafkah” biasanya selalu dikonotasikan dengan salah satu kewajiban suami yang paling utama, yaitu memberi nafkah istri yang biasanya juga terbatas pada kebutuhan istri untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti makan minum atau uang. Padahal, jika kita telusuri cakupan nafkah lebih dari itu. Kata nafkah mempunyai cakupan yang lebih luas dari sekedar kewajiban suami. Sebagai tambahan bahan informasi, berikut mari kita telusuri asal muasal istilah nafkah.

Penulis sengaja mengutip ulang sebuah wacana mengenai nafkah yang ditulis oleh Dzulkifli Hadi Imawan, yang mengutip dari berbagai sumber mengenai definisi nafkah ini dalam salah satu tulisan yang berjudul Fikih Nafkah.Dengan mengutip dari berbagai referensi, secara bahasa, kata nafkah berasal dari bahasa arab ( نفقة ) yang berasal dari kata nafaqa dan berimbuhan hamzah menjadi: anfaqa-yunfiqu-infak atau nafaqah. Dalam Taj al-‘Arus min Jawahir al-Qamus, sebagaimana dikutip oleh Murtadla al-Zabidi mendifinisikan nafkah adalah harta yang diberikan kepada diri sendiri atau keluarga. Kata nafkah juga sering dilafalkan dengan infak yang diambil dari akar kata yang sama “nafaqa”.


Selengkapnya KLIK DISINI


 

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice